Diberdayakan oleh Blogger.

Gabung Yukk

anakgaring On Selasa, 04 Januari 2011

Oleh: Saimah



Hari demi hari yang kulalui, tak pernah seindah angan. Selalu saja hinaan dan cemoohan yang ku dapat. Jangankan di sekolah, di rumah saja, aku harus mendengarkan kata-kata yang menusuk telinga. Salah ataupun tidak yang kulakukan, bentakan akan s’lalu ku terima. Aku tidak tau mengapa mereka memperlakukan aku seperti itu. Aku hanya ingin menjadi teman yang baik bagi mereka. Tapi, mereka seolah-olah jijik melihatku. Aku…….
“Dasar cewek buruk rupa, tidak punya muka, ngapain kamu duduk disini. Disini tempat cewek-cewek cantik, bukan tempat cewek seperti kamu. Pergi sana, bikin orang enek aja,” Siska tiba-tiba sudah di depanku.
“ini kan kantin sekolah, siapa aja boleh ke sini, masak aku nggak boleh.” Belaku.
“ Sudah berani ngelawan ya. DAsar tikus comberan.”

Segelas orange jus pindah ke kepalaku. Aku hanya bisa menahan nafas sambil mengelap mukaku yang basah. Melawan, itu tak mungkin kulakukan. Siska adalah cewek terngetop di sekolah, bisa-bisa aku jadi ayam panggang dibuatnya.
Kutinggalkan kantin dengan sejuta kedongkolan. Aku tak habis piker. Apa salahku pada mereka sampai mereka begitu membenciku. Mengapa mereka begitu jahat kepadaku? Aku kan manusia juga, sama seperti mereka. Punya perasaan dan ingin dihargai seperti mereka. Kadang-kadang aku ingin membalasnya. Agar mereka tahu betapa skitnya diperlakukan seperti itu. Tapi, itu hanya secercah keinginan yang tak akan pernah aku lakukan. Aku tidak mau menjadi bagian dari orang-orang yang tidak punya perasaan seperti mereka.
Tuhan, mungkin ini pilihan terbaik yang Engkau berikan padaku. Biar saja mereka memeprlakukan aku seperti itu, asal aku tidakk pernah mengganggu mereka. Aku hanya berharap, suatu saat, mereka akan menerima kehadiranku.
Karna terlalu banayak ngayal, aku tidak sengja menabrak Dio, cowok paling keren di sekolah.
“ Maaf, aku nggak sengaja,” sesalku.
Dia hanya tersenyum kemudian berlalu meninggalkanku. Tatapan matanya begitu tajam menusuk kalbu. Sekujur tubuhku terasa lemas. Aku tak mampu membalas senyumnya. Apa itu artinya, aku suka sama dia?
Gea, ngaca dikit dong, kamu suka sama dia seperti langit dan bumi. Kamu nggak pantas sama dia. Mana mungkin juga, seorang Dio, pangeran impian semua cewek di sekolah, akan suka sama kamu. Kata-kata itu muncul begitu saja di benakku. Aku hanya bisa tersenyum, seolah baru bangun dari mimpi indah. Tabrakan berapa kali pun dengannya tak mengapa, itu cukup untukku karna aku yakin aku takkan mampu memilikinya. Desahku sambil tersenyum penuh arti.
Pilang sekolah, aku mampir ke took buku. Di sana aku hanya lihat-lihat saja. Buku yang kucari sudah habis. Akhirnya, kuputuskan untuk pulang saja. Belum juga aku masuk, mbak Dina sudah menghadangku di pintu.
“Jam segini baru pulang, kelayapan kemana aja kamu.” Hardiknya.
“ Tadi, ke toko buku dulu mbak.” Jawabku menunduk.
“ Alasan saja kamu ini. Aku Cuma mau kasih tau, nanti malam kamu jangan keluar dari kamar. Karena Dodi mau datang. “
“Tapi kenapa aku nggak boleh keluar, mbak?”
“ Aku malu kalau Dodi sampai tau aku punya adik seperti kamu. Bisa-bisa dia nanya, kok aku punya adik jelek seperti monster.” Terangnya.
“ Dina, kamu jangan begitu dong. Waau bagaimanapun dia tetap adikmu yang harus kamu sayangi. “ Sela mama .
“ Mama selalu saja membelanya. Apa sih lebihnya dari Dina. Dea hanya gadis buruk rupa yang kebetulan lahir menjadi adik Dina. Dina malu punya adik seperti Gea, Ma. “ Sungutnya sambil membanting pintu kamarnya.
Mama hanya mampu mengelus dada. Aku tersenyum untuk menenangkan mama. Aku harus mampu menyembunyikan sedih di hadapan mama. Mbak Dina memang keterlaluan. Boleh aja dia menghinaku semau dia. Tapi, jangan didepan mama dong. Sesalku dalam hati. Kuletakkan tas di meja belajarku. Hari ini begitu melelahkan bagiku.
Tuhan, hanya pada-Mu aku memohon. Jangan biarkan mereka menyakiti hati mama. Biarlah aku sendiri yang menanggung semua ini. Aku merasa, hanya mama dan papa saja yang menyayangiku, selebihnya, mereka-mereka yang selalu menatap sinis padaku. Jika aku boleh memilih, aku juga ingin cantikseperti mereka, bukan dengan hidung besar dan ali tebal serta bintik-bintik hitam yang memenuhi sekujur tubuhku. Tapi, aku tidak mau terus hidup di balik keluh kesah. Setiap aku mengeluh, kata-kata papa selalu terngiang di telingaku.
“Gea, kamu jangan berkecil hati hanya karna fisik, karena fisik bukanlah segalanya, yang terpenting adalah hati yang bersih.”
Setiap hari aku ketemu dengan orang-orang yang sama dan dengan kata-kata yang sama, walau dalam ruang dan waktu yang berbeda. Aku hanya mampu bilang pada dunia. Inilah aku dengan nasibku sendiri, dan aku harus mampu menikmatinya walau sepahit apapun.
Pagi-pagi sekali aku sudah nongkrong di depan mading sekolah, itulah sebagian rutinitas yang aku jalani setiap hari. Ku pelototi sebuah tulisan yang ditujukan untukku.
Gea, jika aku mampu menarik pelangi hari ini
Kan kurajut membentuk namamu dan kan kukembalikan ke langit
Aku ingin mereka tau, betapa senangnya aku bisa “MENCINTAIMU”
Gama
Gama, siapa dia? Sepertinya aku nggak kenal sama orang itu. Lalu apa maksudnya menulis kata-kata seperti itu untukku. Atau ada orang……..
“Ceileh, orang yang lagi berbung-bunga. Pertama kali punya penggemar ya, kacian deh lo!”
Lagi-lagi Siska yang datang. Apa dia nggak ngerasa bosan menghinaku. Sepertinya,itu momen yang paling menyenangkan baginya. Tapi, dia nggak pernah pikirin gimana perasaanku.
“ Yang pasti Sis, orang itu sama buruknya sama dia. Mana mungkn orang normal mau apalagi sampai menjadi penggemar seorang gadis buruk rupa.” Alya menimpali.
“ Ih, ngapain juga kita ngurusin gadis seperti dia. Nggak penting banget deh. Ke kelas yuk, Al.” Ajak Siska sambil tersenyum sinis padaku.
Lega rasanya ketika mereka meninggalkan aku sendiri. Aku masih penasaran siapa orang yang menulis dan menempel kata-kata itu di mading. Aku berusaha mengenyahkan pikiran itu dari kepalaku. Aku kembali ke kelas dan mengikuti pelajaran.
Saat istirahat, kudengar teman-teman sekelas membicarakan pesta sekolah yang akan dilaksanakan nanti malam. Selama aku sekolah di SMU ini, aku nggak pernah menghadirinya. Sebenarnya aku ingin datang, tapi selalu saja ada yang menghalangi. Aku bertekad, kali ini aku harus datang, karena ini tahun terakhir aku sekolah disini.
Pulang sekolah, ku bongkar lemari pakaianku mencari pakaian yang akan kupakai ke pesta itu. Kutemukan sebuah gaun beserta kalung di deretan paling bawah pakaianku. Sepertinya, aku tidak pernah punya gaun seperti itu, atau mungkin mama yang menaruh gaun ini di lemariku. Sepertinya, ini gaun lama, modelnya juga sudah kuno. Meskipun begitu, aku menyukai gaun itu. Warnanya abu dan coraknya unik.
Jam tujuh, aku sudah siap dengan gaunku yang unik. Ketika memanggilku ke kamar, papa seolah-olah terpana melihat penampilanku namun kuacuhkan. Mungkin papa begitu karena pertama kali melihatku dengan gaun pesta. Sampai di aula sekolah, pestanya sudah dimulai. Ketika aku masuk, teman-teman tidak ada yang menegurku. Mungkin mereka merasa terganggu karena kehadiranku. Papa mengisyaratkan agar aku bersikap biasa saja sebelum beliau meninggalkanku. Aku berusaha bergabung dengan teman-teman lain. Di sudut lain kulihat Dio sedang berdansa dengan Siska. Alangkah senangnya bila aku bisa berdansa dengannya, pikirku. Namun keinginan itu tak mungkin kan tercapai. Mana mungkin seorang pangeran sekolah mau berdansa dengan gadis seperti aku ini.
“ Hai, mau dansa denganku?” Dimas tersenyum padaku.
Walau agak risih, kuterima juga ajakannya. Aku merasa aneh dengan kejadian itu. Kenapa Dimas tiba-tiba mau berdansa denganku? Bukankah selama ini dia selalu mengejekku. Malam itu merupakan malam yang begitu membahagiakan bagiku. Sepertinya, teman-teman sekolahku yang cowok tersebut ingin dansa denganku. Aku semakin bingung ketika Dimas berkata.
“Gea, mala mini kamu cantik sekali. Aku yakin, kamu pasti bisa mengalahkan Siska di pemilihan ratu pesta malam ini.”
“ Mana mungkin itu terjadi Dimas, aku hanyalah gadis buruk rupa yang tak seorangpun mau berteman denganku. Kamu jangan membuatku kegeeran ya!” kataku menyembunyikan keherananku.
“ kamu nggak percaya ya padaku. Kita buktikan aja nanti.” Sahutnya.
Apa yang dikatakan Dimas memang benar. Aku terpilih menjadi ratu pesta menggantikan Siska. Yang membuatku semakin heran, ketika Siska dengan senyum bersahabat menyerahkan mahkota kebanggaan itu padaku.
“ Selamat Gea, kamu terpilih sebagai ratu pesta malam ini. Aku nggak merasa kecewa tidak terpilih lagi karena yang menggantikan aku adalah gadis secantik kamu.”
Selesai mengucapkan kata-kata itu, dia merangkulku. Di sudut aula yang temaram kulihat Dio melambaikan tangannya padaku. Kuhampiri dia sambil tersenyum menyembunyikan keanehan yang saat ini menderaku. Tidak sedikitpun aku memahami kejadian yang aku alami mala mini. Aku heran, kenapa orang-orang yang selama ini begitu memusuhiku dan memandang jijik padaku, tiba-tiba begitu ramah dan bersahabat. Bahkan mereka menyanjung kecantikanku. Padahal, baru tadi pagi mereka menghinaku dan mengejekku. Apa yang terjadi sebenarnya?
“ Gea, aku tau kamu bingung dengan kejadian yang kamu alami sekarang ini, iya kan?” ujar Dio membuyarkan pikiranku.
“Bagaimana kamu tau perasaanku?” tanyaku semakin bingung .
“ Aku tau semua tentangmu melebihi apa yang kamu ketahui.”
“ Maksudmu apa?”
“ Aku adalah kekasih yang ditakdirkan untukmu. Perubahan yang terjadi padamu, akibat kamu memakai gaun itu, gaun itu adalah gaun yang mengembalikan wujudmu ke keadaan semula. Semua orang yang membencimu selama ini telah melupakan semua tentangmu di masa lalu. Yang mereka ingat, kamu adalah bunga di sekolah ini. Ujianmu elah berakhir, kini kita bisa melanjutkan hidup kita dengan lebih bahagia dan yang menulis kata-kata di mading tadi pagi itu adalah aku. Aku ingin membuatmu bahagia untuk menyambut hari-hari bahagia kita.” Jelasnya.
Mendengar itu, aku jadi mengerti semuanya. Terimakasih Tuhan. Engkau telah mengabulkan harapan hamba-Mu ini. Kini aku seperti mereka, bukan dengan bintik-bintik menyebalkan itu. Kan ku songsong hari cerah nan bahagia bersamanya…

Koran Media Edisi 48/April-Mei/Tahun XVIII/Universitas Mataram/ 2006

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments